Suatu hari ada salah seorang bertanya seputar aqiqah, namun di sini yang menjadi persoalan adalah bagaimana menurut pandangan Agama Islam dalam menyikapi tentang aqiqah ini apabila dikaitkan dengan berkurban. Mana di antara keduanya yang harus diutamkan dulunya?
Aqidah dan hukumnya
Definisi aqiqah adalah menyembelih hewan yaitu kambing bagi anak yang baru lahir, dilaksanakan pada hari ketujuh setelah keluarnya jabang bayi. Islam menyematkan sebuah hokum tentang aqiqah pada kategori sunnah muakkadah. Didasarkan pada hadis Nabi saw., beliau bersabda, “Setiap anak yang lahir itu tergadai dengan aqiqahnya; disembelihkan hewan pada hari ketujuh, dipotong rambutnya dan diberikan nama untuknya.” (Diriwayatkan oleh lima perawai dan yang lainnya dan disahihkan Imam Turmudzi)
Dalam pelaksanaan aqiqah sendiri, menurut pendapat para ulama beraliran mazhab syafi’I dan hambali diselenggarakan pada pada sebelum hari ketujuh atau setelahnya. Kelapangan rejeki yang ada di dalam masyarakat berbeda-beda, dengan adanya pendapat ini mereka dapat menggunakan ketetapan fikih ini sebagai pijakan untuk melakukannya baik itu pada hari sebelum tujuh hari, hari keetujuhnya, hari keempat belasnya atau pada saat kapanpun. Intinya yang menjadi catatan adalah kesunahannya ada pada dilakukannya aqiqah itu sendiri, bukan terdapat pada tanggal pelaksanaannya.
Salanjutnya ritual berasaskan sunnah Rasul ini, yang berhak mengaqiqahkan adalah seorang bapak dari anak-anak itu sendiri. Namun disini ulama terjadi beda pendapat jika yang melakukan selain bapak dari anak tersebut:
- Ulama mazhab Syafi’I yang sunnah adalah yang diberi beban nafkah keluarga.
- Mazhab Hambali dan Maliki berpendapat yang boleh adalah bapaknya sendiri, tidak boleh orang yang dilahirkan mengaqiqahkan dirinya sendiri meski dia nantinya telah dewasa. Syariat menetapkan bahwa prosesi aqiqah ini adalah kewajiban bagi seorang bapak penanggung nafkah keluarga.
- Ada kolompok ulama Mazhab Hambali yang berketetapan; diperbolehkan dan dianggap sunnah mengaqiqahkkan oleh dirinya sendiri. (lih. Fiqhul Islami wa Adilatul Juz IV hlm. 2748)
Kurban ataukah Aqiqah? Mana yang diutamakan?
Merujuk pada penjelasan yang telah ada pada bagian atas tadi kita telah mengetahui perihal tentang segalam macam tentang pelaksanaan aqiqah. Sekarang membahas pada pokok inti yaitu mana yang di utamakan apakah aqiqah ataukah kurban? Dari dua hal tersebut apabila seseorang dihadapkan pada dua opsi tersebut karena keterbatasan dana yang ia punya, maka jawabannya adalah Kurban yang terlebih dahulu. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut:
- Allah telah memerintahkan setiap hambanya muslim yang telah mukallaf dan mampu. Berbeda halnya dengan aqiqah yang bebannya hanya pada ditetapkan pada seorang bapak saja.
- Ada aqiqah yang diperbolehkan dilakukan oleh dirinya sendiri, namun pendapat ini tidak semua ulama mensepakati.
Keslimpulannya, mereka yang berpendapat bahwa seseorang boleh mengaqiqahkan dirinya sendiri adalah karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari sahabat Anas. Namun hadis ini kategori hadis munkar dikarenakan di dalam rentetan perawinya ada seorang Abdullah bin muharror, ia adalah orang yang lemah sekali sebagaimana yang dikemukan oleh al-Hafiz.
(marji’: Nailul Author juz VIII, hal 161-162, Maktabah Syamilah)
Wallahu ala kulli syai’in A’lim